bayaran diyat keatas keluarga simati,.
Dan bila mana seseorang membunuh saudara nya atau kawan akaum nya atau sesiapa sahaja hukum fiqah bagi keluarga si mati menuntut hak bagi mereka,.,. sebagai mana jelas dalam hukum feqah bila mana terbunuh seseorang islam dengan sengaja atau tidak tetap keatas nya hukum qisas dan hukum qisas boleh di tukar kepada hukum fiqah yakni keluarga simati menuntut hak gan ti rugi keatas yang memnbunuh dan hukum qisas boleh di ubah kepada feqah dalam hal ini,.,.,. sebagai mana penjelasan quran bahawa seseorang lelaki yang terbunuh atau di bunuh seorang lelaki lain maka wajib dilaksanakan hukum qisas atau feqah jika pihak keluarga simati menuntut pampasan bukan balasan nyawa di ganti nyawa ,.,. sebagai mana jelas dalam hukum dan ayat quran yang menjanjikan keadilan di atas setiap perbuatan di atas bumi ini namun jika masih ada yang belum di adili maka jelaslah padang masyar adalah sebaik baik tempat pembalasan dan di sisi allah lah setiap sesuatu itu akan di adili .,.,,. sebagai mana kita kembali kepada hukum feqah keatas pembunuh atau keluarga si mati penjelasan quran dan hadis amat jelas bahawa sjika simati meninggalkan ibu dan ayah atau adik beradik maka wajib lah keatas si pembunuh atau itu menanggung segala perbelanjaan menyediakan tempat tinggal makanan dan minun yang sesukup nya pakaian dan tempat tidur dan segala perbelanjaan keluarga simati wajib di tanggung si pembunuh ,.,. hukum ini di namakan hukum feqah yang di kenakan keatas pembunuh dan si pembunuh bebas setelah di bayar segala tanggungan dan kos segala perbelanjaan,.., ,.,. “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya” (QS: Al-Maidah: 32).Ayat ini adalah salah satu contoh kecaman Islam atas setiap pembunuhan yang dilakukan dengan semena-mena.
Membunuh satu orang manusia ditamsilkan dengan membunuh semua manusia. Karena setiap manusia pasti memiliki keluarga, keturunan, dan ia merupakan anggota dari masyarakat. Membunuh satu orang, secara tidak langsung akan menyakiti keluarga, keturunan, dan masyarakat yang hidup di sekelilingnya. Maka dari itu, Islam menggolongkan pembunuhan sebagai dosa besar kedua setelah syirik (HR: al-Bukhari dan Muslim). Kelak pelaku pembunuhan akan mendapatkan balasan berupa neraka jahannam (QS: al-Nisa’: 93). Definisi dan Dasar Hukum Pensyariatan Diyat
Diyat adalah denda berupa harta benda yang harus dibayar akibat melakukan tindak pidana pembunuhan, melukai atau menghilangkan fungsi anggota badan, atau tindak pidana lainnya.
Syariat Islam hadir dengan mengukuhkan ketentuan hukum masyarakat jahiliah. Hal ini terekam dalam orang pertama yang menunaikan diyat sebanyak seratus ekor unta ba’ir, Abdul Muthalib. Unta ba’ir relevan untuk unta jantan dan betina. Diyat tidak membeda-bedakan jenis hewan istimewa atau hina, meskipun diyat berbeda-beda tergantung kepada agama yang dianut, dan jenis kelamin; laki-laki atau perempuan.
Jika orang yang dibunuh bukan orang yang jiwanya dilindungi, seperti pemalas shalat fardhu, pelaku zina muhshan, maka tidak ada kewajiban membayar diyat dan kafarat.
Sumber hukum pensyariatan diyat adalah al-Qur’an, as-Sunnah, dan ijma’ ulama.
Allah SWT berfirman, “Barang siapa membunuh seorang yang beriman karena tersalah (hendaklah) dia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta (membayar) tebusan yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga si terbunuh) membebaskan pembayaran. Jika dia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhi kalian, padahal dia (si pembunuh) orang beriman, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Dan jika dia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kalian, maka (hendaklah si pembunuh) membayar tebusan yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barang siapa tidak mendapatkan (hamba sahaya), maka hendaklah dia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut,” (QS. an-Nisa’ [4]: 92).
Sedangkan sumber as-Sunnah adalah beberapa hadits, antara lain hadits yang menjelaskan tentang surat ‘Amr bin Hazm, “Sesungguhnya diyat pidana pembunuhan adalah seratus ekor unta,” dan hadits, “Ingatlah, diyat pidana pembunuhan tanpa sengaja atau pembunuhan semi sengaja yakni pembunuhan dengan cambukan atau pukulan tongkat adalah seratus ekor unta.”
2. Kewajiban Membayar Diyat
Diyat pembunuhan tanpa sengaja, semi sengaja, atau sengaja saat diadakan mediasi, wajib diberikan kepada setiap orang yang jiwanya dilindungi -muslim ataupun non muslim, orang yang belum menerima dakwah Islam meskipun dia termasuk golongan yang layak diperangi. Sebab, jiwa mereka dijamin seperti halnya kafir dzimmi yang mengadakan perjanjian saling menjaga, kafir yang meminta perlindungan, dan kafir muhadin (dalam gencatan senjata dengan muslim).
Adapun diyat pembunuhan tanpa sengaja, yaitu pembunuhan yang terjadi karena kesalahan seseorang dalam melakukan suatu tindakan dan rencana, diberlakukan berdasarkan ayat yang telah dikemukakan, “Barang siapa membunuh seorang yang beriman … ” (QS. an-Nisa’ [ 4]: 92).
Sedangkan diyat pembunuhan semi sengaja (pembunuhan yang terjadi akibat kesengajaan melakukan suatu tindakan, namun salah sasaran), diberlakukan berdasarkan hadits Abdullah bin Umar ra, Nabi saw bersabda, “Ingatlah, diyat pidana pembunuhan tanpa sengaja atau pembunuhan semi sengaja yakni pembunuhan dengan cambukan atau pukulan tongkat adalah seratus ekor unta, di antaranya empat puluh ekor unta khalifah yang sedang mengandung anaknya.”
Adapun pembunuhan sengaja (pembunuhan yang terjadi akibat kesengajaan seseorang melakukan suatu tindakan dan rencana pembunuhan) harus membayar diyat sebagai kompensasi pengampunannya. Hal ini diberlakukan berdasarkan ayat yang telah dikemukakan, “… kecuali jika mereka (keluarga si terbunuh) membebaskan pembayaran …” (QS. an-Nisa’ [4]: 92).
Comments
Post a Comment