imam terbatal solat makmun boleh meneruskan solat sendirian atau mengulaggi semula solat itu bersama imam ,.,..
JIKA IMAM BATAL, BAGAIMANA NASIB MAKMUM?
Sudah maklum adanya bahwa shalat dapat dikerjakan secara berjamaah dan sendirian (munfaridan). Shalat berjama’ah mainimal terdiri dai dua orang. Satu berlaku sebagai imam yang berdiri die pan dan satunya lagi sebagai makmum brdiri dibelakang. Tidak ada batasan maksimal bagi makmum.ShaLat dianggap sah jika memenuhi sejumlah persyaratan (syuruthus shihah), rukun, dan terhindar dari hal-hal yang membatalkan shalat, seperti tiba-tiba terkena najis, atau menanggung hadats dan lain sebagainya,
Jika seseorang ditengah-tengah shalatnya melakukan atau terkena beberapa hal yang membatalkan shalat, maka shalatnya menjadi batal. Jika ia sholat sendirian ataupun jika menjadi makmum maka orang tersebut harus mengulanginya lagi sedari awal. Masalahnya adalah bagaimanakah jika kebetulan yang mengalami (batal) shalat tersebut adalah seorang imam? Apakah hal itu menjadikan batal pula shalat makmum? Lantas apakah shalat tersebut harus diteruskan tanpa Imam? Atau bagaimana?
Keadaan ma'mum dalam hal tersebut dibagi menjadi dua :
1. Apabila makmum tidak tahu kalau imamnya batal wudhunya, maka shalatnya makmum sah.
2. Apabila makmum tahu bahwa imam batal wudhunya.
Inipun masih perlu diperinci lagi sebagai berikut :
1. Jika diketahui batalnya imam setelah selesai shalat maka hukumnya diperinci.
Beberapa ulama membagi batalnya shalat imam ke dalam dua kategori :
Pertama, batal dengan sebab yang samar [bathin atau hukmiyyah) atau imamnya berhadats , seperti ia tidak mempunyai wudhu atau ia junub. Maka shalat makmum tidaklah menjadi batal karena batalnya sholat sang imam. Akan tetapi menurut imam Nawawi tidak wajib di ulang shalatnya, baik berupa najis zhohir/ayniyah (najis) atau najis khofiy/hukmiyah (hadast)
Kedua, batal dengan sebab yang tampak kelihatan [dzohir], seperti tidak sempurna dalam menutupi aurat. Maka hal ini dapat membatalkan shalatnya makmum.
Bagaimana jika batalnya shalat imam terjadi di tengah-tengah shalat ? Apa yang harus dilakukan olehnya ?
1. jika imam tidak tau akan batalnya. namun, ma'mumnya mengetahuinya seperti najis yang menepel pada baju si imam, najis maka makmum wajib mufarroqoh atau melanjutkan shalat secara sendirian.
2. Bila imam mengetahuinya, lantas dia meninggalkan sholatnya,
Dalam peristiwa seperti ini, fikih kita telah menyediakan solusi istikhlaf [mengganti imam di tengah-tengah shalat]. Praktik ini pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. yang menggantikan Abu Bakar ra. namun tidak karena batalnya shalat, akan tetapi karena taadduban [etiket sopan santun], bahwa tidak pantas seorang Abu Bakar menjadi imam, sementara Rasul hadir bersama mereka. sebagai mana hukum fiqah bila mana imam terbatal solat nya ketika berjamaah sebagai mana imam terlupa rukuk atau terlupa sujud atau imam telah melangkaui rukun rukunsolat yang lain maka makmun tidak harus mengikut imam atau terus kan dengan mengganti imam ,.,. sebagai mana perkara perkara yang pernah berlaku dizaman rasulullah saw,.Peristiwa ini terjadi ketika Rasul saw sakit cukup parah, sehingga beliau memerintahkan Abu Bakar menggantikan beliau berlaku sebagai imam. Suatu saat kemudian beliau merasakan kesehatannya membaik, maka beliau, dengan disertai dua sahabatnya, berangkat ke masjid, sementara Abu Bakar sedang berlaku sebagai imam. Maka kemudian Abu Bakar mundur dari barisan terdepan kemudian Rasul SAW menggatikannya sebagai imam. [HR. Muslim]
Peristiwa serupa juga pernah dipraktikkan oleh Umar ra saat beliau ditusuk di tengah shalat, kemudian ia memegang tangan Abdurrahman bin 'Awf agar menggantikan beliau berlaku sebagai imam. [HR. al-Bayhaqy]. Peristiwa ini terjadi di tengah-tengah para sahabat Nabi, dan tidak ditemukan riwayat adanya penolakan dari mereka atas praktik ini.
Jika demikian maka makmum mempunyai dua langkah pilihan :
1. Apabila tidak ada satupun makmum yang maju, makmum dapat meneruskan shalatnya dengan niat mufaraqah (berpisah) dari imam. Artinya makmum meneruskan sholatnya secara sendirian (munfaridan) terpisah dari imam yang telah batal shalatnya.2. Makmum menyempurnakan shalat sampai selesai secara berjama’ah. Kalau mengambil alternatif terakhir kedua yang dipilih, maka harus ada istikhlaf atau pengangkatan makmum menjadi imam.
Proses terjadinya istikhlaf mempunyai dua kemungkinan:
1. imam menunjuk pengganti atau para ma'mum menunjuk pengganti.
2. Dapat pula seseorang dengan inisiatif sendiri maju menjadi imam. Penunjukan khalifah oleh makmum dilakukan dengan isyarat, tanpa menimbulkan perbuatan yang membatalkan shalat. Dan harus dilakukan secepatnya, langsung setelah imam batal.
Istikhlaf ini sebaiknya dilakukan dari pihak makmum. Jika imam menunjuk pengganti dan makmum menunjuk pengganti yang lain, maka pilihan makmum lebih diutamakan. Pengganti imam boleh bukan orang yang jadi ma'mum.
CATATAN : Ketika kita menjadi imam dalam sholat berjamaah (di rumah/masjid) dan tiba-tiba batal, sementara dalam tempat tersebut tidak ada pintu keluar khusus buat imam yg biasanya tersedia di dekat tempat imam. Sementara malu mau melewati barisan sof jama'ah untuk memperbarui wudlu.
jika malu untuk berbuat demikian, ada satu metode yg diajarkan para fuqaha, yaitu memegang hidung seakan akan keluar darah (mimisan), lalu terburu buru meninggalkan shaf. orang akan menyangka ia mimisan saja dan memang membatalkan shalat, karena akan menetes kemana mana.
Namun perbuatan itu bukan dusta, karena hanya menutup hidung saja, bukan mengatakan bahwa ia mimisan dan itu bisa menjadi dusta, dan perbuatan itu tentunya makmum menganggapnya mimisan walaupun ia batal karena hal lain.
Comments
Post a Comment